Trik naik busway

Tini, pembaca detikcom yang juga karyawati di bilangan Kuningan, menuliskan pengalamannya naik busway koridor VI Halimun-Kuningan-Mampang-Buncit-Ragunan pada jam pulang kantor. Ceritanya dia kirim lewat surat elektronik, Kamis (15/2/2007) dengan isi sbb:

Kemarin (Rabu 14 Februari 2007) adalah saat paling menyebalkan menggunakan busway koridor Halimun-Ragunan. Tidak seperti biasanya, sudah 2 hari (Selasa dan Rabu) pengguna busway di halte depan Wisma Bakrie meningkat tajam. Biasanya, hanya perlu menunggu sekitar 10 menit saya sudah terangkut dan pukul 17.45 WIB sudah sampai di halte Pertanian.

Tapi selama 2 hari ini, waktu tunggu busway membengkak sampai 2,5 jam lebih. Selama jangka waktu itu, saya menghitung ada 10 bus lewat tapi penumpang yang terangkut maksimal hanya 5 orang, lebih sering 2 orang. Penumpang yang biasanya naik dari halte itu juga bertanya-tanya kenapa sudah 2 hari ini sulit sekali naik busway.

Lamanya waktu tunggu itu, saya perhatikan disebabkan manajemen pengelola busway juga. Banyak penumpang yang sudah tahu trik untuk bisa terangkut busway, yaitu naik saja busway sampai Halimun dan ikut memutar balik ke arah Ragunan...toh di Halimun busway tidak harus dikosongkan petugas dan tidak perlu bayar lagi, cukup tetap berada di dalam bus mencari posisi dan Anda dijamin lebih cepat sampai ke tujuan arah Ragunan daripada hanya menunggu di halte-halte busway.

Saya pernah mencoba issue 'ikut memutar di Halimun' pada hari Selasa dan memang terbukti manjur. Saat itu dari pukul 17.00 sampai pukul 17.50 belum terangkut juga ke arah Ragunan, akibatnya terjadi penumpukan penumpang sampai membludak. Akhirnya saya putuskan mencoba 'issue' tersebut, pukul 17.50 saya naik arah sebaliknya ke Halimun -- busway kena macet dari depan Hotel Four Seasons sampai rel kereta Manggarai, ternyata di area itu ada 4 busway terjebak macet.

Sesampai di Halimun, separuh penumpang turun separuhnya lagi tetap di dalam bus. Saya sudah ketar-ketir sesama penumpang yang ikut memutar saling berpandangan takut diusir turun oleh petugas, ternyata tidak. Busway langsung terisi penuh lagi, dan setibanya di halte awal saya menunggu terlihat antrean penumpang masih bejubel dan busway sudah tidak bisa menampung penumpang lagi. Hmmm...ternyata memang ampuh 'issue' itu.

Nah, kemarin hari Rabu, saya kembali naik busway dan kembali terjadi penumpukan penumpang, bahkan lebih parah dari hari Selasa. Niat hati mau mencoba ikut ke Halimun lagi, tapi....ternyata busway ke arah Halimun sudah penuh sesak. Penyebabnya adalah sudah banyak penumpang yang tahu soal 'issue' di atas dan mereka lebih memilih naik ke arah berlawanan yaitu ke Halimun. Alhasil, saat busway tersebut sampai di halte Wisma Bakrie pun sudah tidak bisa memuat penumpang lagi. Begitu terus sampai 10 busway.

Yang paling menyebalkan:

1) Kami harus menunggu dalam waktu tidak jelas dengan berdesakan, benar-benar seperti sarden, lebih parah dibanding naik bus biasa/Kopaja. Tidak bisa bergerak ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke kiri. Untuk mengangkat tangan menyeka keringat pun sulit sekali. Selama 2,5 jam saya menanti seperti itu. Tidak ada jendela di halte, udara jadi pengap.Tidak ada aturan antrian yang jelas.

2) Saat ada busway datang, sebelum penumpang di depan bergerak sudah didorong lebih dulu penumpang di sebelah belakang dan petugas di dalam busway juga mendorong balik penumpang yang di depan sambil marah-marah. Wahh benar-benar jadi rempeyek kami yang ada di depan, dimarahi petugas dan didorong-dorong dari segala arah (depan, belakang, kiri, kanan).

3) Halte busway ada 2 pintu, posisi penumpang mengantre di satu pintu. Tapi ada beberapa busway yang sengaja berhenti di pintu satunya yang kosong dari penumpang. Otomatis penumpang langsung berlarian ke arah pintu yang terbuka, di sebelah pintu antrean. Konsekuensinya, penumpang yang antre lebih dulu jadi tergencet dan tidak bisa bergerak, sedangkan penumpang yang datang belakangan justru terangkut lebih dulu. Siapa cepat dia dapat, benar-benar tidak fair.

4) Sekitar pukul 19.15 ada beberapa busway ke arah Halimun, tapi saat penumpang akan naik memutar diteriakkan 'cuma sampai Halimun, mau isi BBG habis'. Kemarahan kami memuncak, sudah cape menunggu tidak jelas, eh beberapa busway kehabisan BBG, berarti kesempatan untuk bisa naik semakin tipis. Dan saat petugas loket ditanya soal ini, tidak tahu apa-apa.

Akhirnya, pukul 19.35 WIB saya keluar halte busway memilih naik bus biasa, lebih jelas kapan sampai di tujuan meski harus kena macet sepanjang Jalan Rasuna Said. Dan kemarin, untuk pulang ke rumah saya menghabiskan waktu 4,5 jam (normalnya 2 jam paling lama).

Kepada pengelola busway, tolong manajemennya diatur lagi:

1) Petugas lebih tegas di halte transfer Halimun, jangan diizinkan penumpang ikut memutar karena sangat tidak fair untuk penumpang yang benar-benar menunggu di halte, dan mengajarkan budaya 'tidak perlu antre'. Padahal sebelum 'issue' itu merebak, kami baik-baik saja naik busway, tidak pernah mengalami seperti ini.

2) Masalah antrean juga lebih diatur lagi, entah dibuat antre dua-dua atau bagaimana supaya tidak terjadi aksi saling dorong (seperti rebutan bus saat mau mudik saja) karena sangat membahayakan penumpang (bisa jatuh di sela-sela busway dan halte; memudahkan copet beroperasi)

3) Di area halte bila penumpang menumpuk, tolong kipas angin atau AC-nya dinyalakan, supaya suplai oksigen cukup. Tidak heran banyak calon penumpang yang pingsan ketika antre.

Memang armada busway masih sedikit, tapi dengan manajemen transportasi yang baik, saya rasa tidak akan terjadi hal-hal yang mengecewakan seperti di atas. Minimal kekecewaan itu bisa dikurangi. ( nrl / ken )
more